A new Beginning
Menurut sebuah artikel dari elite daily, usia 23 tahun adalah "The worst year of your life" yes indeed. Poin yang paling membuat diri saya terhentak adalah All you hear about are kids your age changing the world and you’re still interning. Melihat sosok Ferry Unardi, CEO Traveloka, membuat saya sedikit miris karena beliau seusia dengan saya. Betapa jauhnya orang-orang seusia saya berdiri sambil memeluk kesuksesan mereka sedangkan saya masih menerka-nerka apa yang ingin saya lakukan. Mungkin orang diluar sana melihat saya hanya sebagai sarjana pada umumnya, namun izinkan saya untuk berbagi mimpi saya yang telah saya peluk terlalu erat.
Persaingan dalam perolehan prestasi olahraga antar negara terus berjalan seiring dengan pengembangan teknik dan teknologi di bidang olahraga. Dalam bidang psikologi olahraga, pada prakteknya para psikolog telah berusaha meningkatan prestasi atlet Indonesia semenjak tahun 1970-an ketika Prof. Saparinah Sadli dan Prof Suprapti Sumarmo Markam menangani atlet-atlet bulu tangkis wanita untuk persiapan piala Uber. Fakta yang terjadi saat ini, sebagian besar atlet masih memiliki pola fikir bahwa untuk dapat memaksimalkpan atau minimal menstabilkan performa mereka, maka yang harus dilakukan adalah terus berlatih dengan durasi yang lebih banyak atau porsi yang lebih besar. Para pelatih juga masih enggan untuk mengikutsertakan komponen-komponen psikologi dalam kegiatan latihan sebagai alat bantu untuk memaksimalkan performa atlet. Padahal ketika atlet dan pelatih mempertimbangkan keterampilan psikologis, hal ini dapat membantu atlet meningkatkan performanya, mengatasi tekanan pertandingan, membantu pemulihan cedera, dan pembentukan self-esteem pada diri atlet. Pada kenyataannya, ketika ilmu mengenai sports science telah berkembang di berbagai negara, di Indonesia aspek psikologis masih dianggap sebagai hal yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi atlet. Berdasarkan fakta-fakta yang saya uraikan diatas, saya memiliki keinginan untuk menjadi seorang konsultan psikologi olahraga yang bekerja langsung sebagai staff ahli di kementerian pemuda dan olahraga agar pemerintah dapat merasakan pentingnya keselarasan antara jiwa dan raga seorang atlet.
Secara spesifik, saya ingin mendalami kajian Sport Psychology. Saya percaya kalimat ”Mens sana in corpore sano” di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Selain fisik, terdapat hal lain seperti faktor mental yang dapat mempengaruhi tampilan seorang atlet ketika menjalani pertandingan. Dalam buku yang berjudul Psikologi Olah Raga Prestasi, Gunarsa (2004) mengatakan bahwa, penampilan atlet dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu fisik, teknik, dan psikis. Lima puluh persen dari hasil permainan yang baik merupakan hasil dari faktor mental dan psikologis (Loehr 1998 dalam Gunarsa, 2004).
Sehingga, diakhir usia saya ke 23, saya ingin melepaskan 'kutukan usia' tersebut dan mewujudkan mimpi saya bersama dengan rekan-rekan lain, para pemuda Indonesia yang memiliki mimpi luhur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, dengan cara tidak pantang menyerah untuk menuntut ilmu lebih tinggi lagi. Membawa ilmu-ilmu yang bermanfaat dari bidangnya masing-masing.
Persaingan dalam perolehan prestasi olahraga antar negara terus berjalan seiring dengan pengembangan teknik dan teknologi di bidang olahraga. Dalam bidang psikologi olahraga, pada prakteknya para psikolog telah berusaha meningkatan prestasi atlet Indonesia semenjak tahun 1970-an ketika Prof. Saparinah Sadli dan Prof Suprapti Sumarmo Markam menangani atlet-atlet bulu tangkis wanita untuk persiapan piala Uber. Fakta yang terjadi saat ini, sebagian besar atlet masih memiliki pola fikir bahwa untuk dapat memaksimalkpan atau minimal menstabilkan performa mereka, maka yang harus dilakukan adalah terus berlatih dengan durasi yang lebih banyak atau porsi yang lebih besar. Para pelatih juga masih enggan untuk mengikutsertakan komponen-komponen psikologi dalam kegiatan latihan sebagai alat bantu untuk memaksimalkan performa atlet. Padahal ketika atlet dan pelatih mempertimbangkan keterampilan psikologis, hal ini dapat membantu atlet meningkatkan performanya, mengatasi tekanan pertandingan, membantu pemulihan cedera, dan pembentukan self-esteem pada diri atlet. Pada kenyataannya, ketika ilmu mengenai sports science telah berkembang di berbagai negara, di Indonesia aspek psikologis masih dianggap sebagai hal yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi atlet. Berdasarkan fakta-fakta yang saya uraikan diatas, saya memiliki keinginan untuk menjadi seorang konsultan psikologi olahraga yang bekerja langsung sebagai staff ahli di kementerian pemuda dan olahraga agar pemerintah dapat merasakan pentingnya keselarasan antara jiwa dan raga seorang atlet.
Secara spesifik, saya ingin mendalami kajian Sport Psychology. Saya percaya kalimat ”Mens sana in corpore sano” di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Selain fisik, terdapat hal lain seperti faktor mental yang dapat mempengaruhi tampilan seorang atlet ketika menjalani pertandingan. Dalam buku yang berjudul Psikologi Olah Raga Prestasi, Gunarsa (2004) mengatakan bahwa, penampilan atlet dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu fisik, teknik, dan psikis. Lima puluh persen dari hasil permainan yang baik merupakan hasil dari faktor mental dan psikologis (Loehr 1998 dalam Gunarsa, 2004).
Sehingga, diakhir usia saya ke 23, saya ingin melepaskan 'kutukan usia' tersebut dan mewujudkan mimpi saya bersama dengan rekan-rekan lain, para pemuda Indonesia yang memiliki mimpi luhur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, dengan cara tidak pantang menyerah untuk menuntut ilmu lebih tinggi lagi. Membawa ilmu-ilmu yang bermanfaat dari bidangnya masing-masing.
What's the best thing for me?
Kutipan diatas merupakan salah satu bagian dalam buku Doing Sport Psychology karya Mark B Andersen, buku yang baru-baru ini saya beli. Ketika membaca ini saya langsung berkaca-kaca, kalimat ini persis seperti motivational letter saya untuk masuk ke perguruan tinggi.
My recipe for success and happiness in life is "Do it with passion or nothing at all". Since I was in 5th grade, I have already known what my passion is: basketball. This explains why, at that point, I had one goal in my life, to be a good basketball player. In my teenage years, I found some passion in psychology as well. Even though my basketball career ended in my freshman year, I was still able to find a way to satisfy my passion in basketball by being a manager for my varsity basketball team. I am confident that I was a decent manager for my team from the fact that we made it to top five in the region after sitting at the bottom the previous year with a different manager. This experience led me into thinking about how to serve both my interests at once? I began to explore the possibilities to work as a sport psychologist,
Tidak berhenti saya bersyukur kepada Allah SWT atas kesempatan yang sangat luar biasa ini. Saya saat ini sedang menempuh program master di Vriej Universiteit Amsterdam. Program yang saya ambil adalah Master in Human Movement Science, Sport Psychology. Pemilihan universitas ini tidak tanpa alasan, rekomendasi kolega dan proses membandingkan program tujuan dengan program di universitas lainnya juga tak luput saya lakukan. Insya Allah ini adalah jalan yang terbaik. VU Amsterdam juga telah duduk diurutan 98 Universitas terbaik dunia versi shanghai academic ranking.
Perjalanan ini bukan tanpa rintangan dan kegagalan. Sedikit membuka kehidupan pribadi saya, ketika rekan-rekan SMA saya mengetahui bahwa saya sekarang melanjutkan kuliah di luar negeri dan mendapatkan beasiswa, mereka pasti akan tidak percaya karena saya bukan termasuk golongan orang-orang pintar. Nilai saya pas-pasan, sempat saat kelas dua terancam tidak naik kelas. Tapi saya yakin, mimpi itu bisa diraih dengan berusaha dan ridho Allah. Pelan-pelan saya membuat rencana lima tahun ke depan saya, mendeterminasikan apa yang ingin saya raih, apa yang ingin saya lakukan. Pelan-pelan menyingkirkan hambatan yang ada dan mulai menutup lubang-lubang kekurangan saya.
Perjalanan ini bukan tanpa rintangan dan kegagalan. Sedikit membuka kehidupan pribadi saya, ketika rekan-rekan SMA saya mengetahui bahwa saya sekarang melanjutkan kuliah di luar negeri dan mendapatkan beasiswa, mereka pasti akan tidak percaya karena saya bukan termasuk golongan orang-orang pintar. Nilai saya pas-pasan, sempat saat kelas dua terancam tidak naik kelas. Tapi saya yakin, mimpi itu bisa diraih dengan berusaha dan ridho Allah. Pelan-pelan saya membuat rencana lima tahun ke depan saya, mendeterminasikan apa yang ingin saya raih, apa yang ingin saya lakukan. Pelan-pelan menyingkirkan hambatan yang ada dan mulai menutup lubang-lubang kekurangan saya.
Tahun 2014 saya diterima di University of Edinburgh, namun saya mengurungkan niat untuk berangkat karena beasiswa yang saya incar tidak akan membiayai mahasiswa on going. Namun saya pikir, saya akan mencoba lagi di tahun depan. Tahun 2015 saya mengulang kembali keberhasilan tersebut. Namun Allah berencana lain, walaupun VU Amsterdam rankingnya di bawah University Of Edinbrugh, walaupun program sport psychology tidak dibawah fakultas psikologi (sekarang sudah merger, namun departement saya masih Human Movement Science), tapi lebih banyak keuntungan yang saya dapat. Di Amsterdam masih ada kolega ayah yang menampung, di Amsterdam sangat mudah akses untuk bertemu dengan rekan-rekan mahasiswa Indonesia lain, yang pasti kesempatan paling besar adalah bertemu dengan staff kemenpora seperti dr. Bayu Rahadian, Sp.Kj. dari Olahraga Layanan Khusus, Mas Budi Muslim dari olahraga pendidikan. Kesempatan yang langka karena jika saya masih di Indonesia, mereka tidak akan tahu siapa saya. Bahkan jika saya nekat berangkat ke UK tahun 2014, mungkin saya tidak akan menikah terlebih dahulu.
The real failure is when you stop trying
Saya pernah gagal ketika ingin meraih beasiswa. Saya gagal tes LPDP Desember 2014, padahal saya yakin "I'm gonna nailed this test!" sayangnya saya mengalami yang namanya "Chocking Underpreassure" (istilah keren di dunia psikologi olahraga ketika atlet mengalami nervous saat bertanding). Semua hal yang sudah saya latih buyar seketika. Namun bukan pejuang kalau tidak bisa bangkit, 12 Juni 2015, seminggu setelah hari pernikahan saya, Allah memberikan kado yang luar biasa indah. Saya dinyatakan lulus sebagai penerima beasiswa LPDP. Jangan pernah menyerah apapun yang terjadi. Jangan pernah!
HELPING INDONESIA GOVERNMENT TO PROMOTE THE BENEFITS OF PHYSICAL ACTIVITY THROUGH SOCIAL MOVEMENT #YUKOLAHARAGA
The Policy: Law No.3 of 2005 Regarding the National Sport System, Chapter VII Section 1 Verse 21-24
The policy stated that sport and physical activity development will be implemented over family, education system, and community. For this policy, the government developed training program, coordination, consultation, communication, counseling, tutoring, correctional, initial research, trials, competitions, assistance, licensing, and monitoring.
The name of intervention: #YUKOLAHRAGA
The idea is to create a simple “Bahasa” jargon with powerful, and easy to memorize message that consist of a two words YUK and OLAHRAGA, it means encouragement to do sport. #YUKOLAHRAGA will be the main framework and the title of the interventions. Purpose: Promoting the benefits of physical activity using social movement. Expected Output: Transfer knowledge, awareness raising, media event, availability of sport facilities that support sport community.
This hashtag also relevant with McGuire (1969) suggestions about how to influence behavior with a message, it must involve the following:
· Exposure: The recipient exposed with the word YUK, because this word refer to the audience.
· Attention: The message is present clearly as encouragement to do sport.
· Comprehension: YUK and OLAHRAGA are the everyday language from Bahasa Indonesia. It’s easy to understand and it will cover any ethnic, age, or social status.
· Yielding: Yuk is a persuasive word in Bahasa.
· Retention and Retrieval: It’s easy to memorize message.
· Decision: Because YUK is a persuasive word, audience must decide whether they will do something with this new knowledge or not.
· Behavior: The steps taken after the decision is made (to follow the #YUKOLAHRAGA suggestion or not)
There was strong evidence that the use of large-scale, high-visibility, multi-strand community-wide campaigns that used a range of methods was effective in increasing physical activity (Biddle and Mutrie, 2001). So the main idea is: full disclosure of #YUKOLAHRAGA in social media, this hashtags will glued to every sports element in everyday life. I’m thinking about using this hashtags in P.E class (post picture in social media about school P.E class and give #YUKOLAHRAGA hashtag. Or at the nursery #YUKOLAHRAGALANSIA (lansia is senior).
Maximize the use of new sport facilities. By the time the government finish with sport infrastructure development, invite local sport community to starts their own program in the new sport hall/stadium. Ask local sport community to adopt the hashtag to their values, and create a campaign with specific information such as time, sports activity, or age categories. In example: #YUKOLAHRAGAPAGIHARI (exercise in the morning before we starts our day) or #YUKOLAHRAGABASKET #YUKOLAHRAGATENIS.
Maintain the hashtag and developing new framework in order create more extensive impact for this matter is challenging part. Research shown that mass media campaigns are not that successful at producing behavior change (Redman, Spencer and Sanson-Fisher, 1990) but again, the literature said changes in awareness, attitudes, beliefs and knowledge far from guarantee changes in behavior, although they may be an important first step in such a process.
The policy stated that sport and physical activity development will be implemented over family, education system, and community. For this policy, the government developed training program, coordination, consultation, communication, counseling, tutoring, correctional, initial research, trials, competitions, assistance, licensing, and monitoring.
The name of intervention: #YUKOLAHRAGA
The idea is to create a simple “Bahasa” jargon with powerful, and easy to memorize message that consist of a two words YUK and OLAHRAGA, it means encouragement to do sport. #YUKOLAHRAGA will be the main framework and the title of the interventions. Purpose: Promoting the benefits of physical activity using social movement. Expected Output: Transfer knowledge, awareness raising, media event, availability of sport facilities that support sport community.
This hashtag also relevant with McGuire (1969) suggestions about how to influence behavior with a message, it must involve the following:
· Exposure: The recipient exposed with the word YUK, because this word refer to the audience.
· Attention: The message is present clearly as encouragement to do sport.
· Comprehension: YUK and OLAHRAGA are the everyday language from Bahasa Indonesia. It’s easy to understand and it will cover any ethnic, age, or social status.
· Yielding: Yuk is a persuasive word in Bahasa.
· Retention and Retrieval: It’s easy to memorize message.
· Decision: Because YUK is a persuasive word, audience must decide whether they will do something with this new knowledge or not.
· Behavior: The steps taken after the decision is made (to follow the #YUKOLAHRAGA suggestion or not)
There was strong evidence that the use of large-scale, high-visibility, multi-strand community-wide campaigns that used a range of methods was effective in increasing physical activity (Biddle and Mutrie, 2001). So the main idea is: full disclosure of #YUKOLAHRAGA in social media, this hashtags will glued to every sports element in everyday life. I’m thinking about using this hashtags in P.E class (post picture in social media about school P.E class and give #YUKOLAHRAGA hashtag. Or at the nursery #YUKOLAHRAGALANSIA (lansia is senior).
Maximize the use of new sport facilities. By the time the government finish with sport infrastructure development, invite local sport community to starts their own program in the new sport hall/stadium. Ask local sport community to adopt the hashtag to their values, and create a campaign with specific information such as time, sports activity, or age categories. In example: #YUKOLAHRAGAPAGIHARI (exercise in the morning before we starts our day) or #YUKOLAHRAGABASKET #YUKOLAHRAGATENIS.
Maintain the hashtag and developing new framework in order create more extensive impact for this matter is challenging part. Research shown that mass media campaigns are not that successful at producing behavior change (Redman, Spencer and Sanson-Fisher, 1990) but again, the literature said changes in awareness, attitudes, beliefs and knowledge far from guarantee changes in behavior, although they may be an important first step in such a process.